Namaku Redwan Kurniawan, Umur 19 tahun, tinggal di daerah Surakarta. Sebuah kota yang terkenal dengan keramahan penduduknya, wisata sejarah, budaya, dan kulinernya. Di kota budaya tersebut terdapat kampus megah yang berdiri sejak tahun 1976. Ya.. Kampus itu bernama Universitas Sebelas Maret atau biasa disebut UNS. Kampus yang sangat ku idam-idamkan semenjak SMA. Aku pun bersyukur menjadi bagian dari salah satu elemen keluarga besar mahasiswa didalamnya.
Cerita berawal ketika aku memasuki kelas 3 SMA. Hampir tiap malam aku selalu browsing internet untuk mencari tahu nama-nama kampus negeri beserta jurusannya. Bukan hanya itu, lewat konsultasi BK dan informasi alumni, aku pun mendapati informasi yang banyak mengenai seluk-beluk perguruan tinggi negeri.
Hari pun berlalu, rasa senang ketika namaku terpilih 40% siswa terbaik untuk bisa mendaftar PTN jalur SNMPTN. Rasanya perjuangan belajarku selama 3 tahun di sekolah seperti terbayarkan semenjak pengumuman itu. Dengan rasa percaya diri dan optimis, aku menentukan 2 slot jurusan di PTN yang sama, Sastra Indonesia dan Pendidikan bahasa jawa di Universitas Sebelas Maret. Aku sangat yakin bahwa dengan modal nilai raportku, aku bisa lulus lewat jalur undangan.
Tanggal 22 Maret 2019, tepat di hari ulang tahunku. Hari dimana kelulusan SNMPTN diumumkan. Pukul 16.00 WIB, ekspektasi tak sesuai dengan realita yang terjadi. Warna merah dalam tulisan yang berisi pernyataan tidak diterima. Semenjak saat itu, hatiku terasa teriris dan penuh sesal. “Tuhan, mengapa aku tidak diterima? Apa yang kurang dariku? Apakah aku kurang beruntung?”, pertanyaan-pertanyaan itulah yang selalu muncul dalam pikiranku. Berdengung dan terus menggangguku., “Apakah perjuanganku ini sia-sia?”, bisikku kala itu ketika malam sebelum tidur.
Aku tak kuasa menahan tangis, aku juga tak kuasa mengungkapkan semua kepada ibuku. Suatu ketika ibuku menanyakan kepadaku perihal pengumuman SNMPTN, aku jawab dengan suara lirih dan pelan. Aku bersyukur ibuku bisa memahami perasaanku. Ibuku berkata “Kamu harus tetap semangat, masih ada jalan lain ke perguruan tinggi negeri, kamu lelaki, kamu harus kuat karena Ibu yakin kamu bisa diterima di PTN yang kamu inginkan”.
Pikiranku pun seakan terbangun, bunga yang layu menjadi mekar kembali, itu gambaranku saat itu. Kemudian Ibuku menyuruhku untukk belajar ditempat les. Dengan sisa waktu yang ada, Ibuku percaya masih ada kesempatan untuk mempersiapkan diri. Sejak saat itu aku semakin termotivasi agar bisa lulus PTN melalui jalur SBMPTN.
Setiap malam, materi demi materi aku pelajari. Capek, lelah, susahnya materi aku tetap tidak menyerah. Konsisten terhadap usaha yang diimbangi oleh doa, demi PTN yang aku tuju, demi membahagiakan orang tua, demi menaikkan derajat keluarga. Pengorbanan waktu, tenaga, dan rutinitas lain tak terelakkan. Berusaha pada satu titik yang mampu mengubah masa depan.
Waktu terus berjalan meninggalkan memori kelam. Kenyataan yang baru sudah sampai didepan mata, UTBK pun dimulai pada waktunya. Aku mendaftar 2 gelombang UTBK dengan lokasi yang berbeda. Lokasi pertama dilaksanakan di UNS dan lokasi kedua di SMA 2 Surakarta. Ketika aku memulai UTBK di UNS, rasa penuh harap serta menaruh harapan besar agar dapat diterima disana.
UTBK pun selesai, Nilai menjadi sebuah pegangan. Perasaan berserah diri kepada Tuhan menjadi harga mati. Ibu menyuruhku untuk memilih jurusan yang sesuai dengan passion ku. Ia juga tak lupa selalu mendoakan keberhasilanku. Bahkan terkejutnya aku ketika mendengar pengorbanan yang dilakukan Ibu demi kesuksesanku. Dia berpuasa, bersedekah, dengan mengharap keridhoan Tuhan atas rejeki kepadaku.
Pengumuman SBMPTN pun tiba, betapa kagetnya ketika dinyatakan “LULUS”. Lulus di prodi Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret, kampus kebanggaanku. Aku langsung berlari cepat mengabarkan berita itu kepada ibukku. Bahagia diriku waktu itu, kerja kerasku tak sia-sia, memang benar peribahasa “usaha tidak akan menghianati hasil”.
“Alhamdulillah, Terimakasih Tuhan”, tak henti-hentinya ucapan syukur mengalir deras dari bibirku. Bagai obat penyembuh yang langsung mujarab melawan penyakit. Tetapi aku tak larut dalam euforia. Ini baru awal dan bukan sebuah akhir perjuangan. Maka, lantas mengambil langkah untuk selalu berjuang dan tidak berhenti di tengah jalan.
Januari 2020, aku diamanahkan untuk menyampaikan sosialisasi PTN kepada tiap sekolah di kotaku. Aku menceritakan seluruh perjuangan, fase-fase sulit yang mungkin bisa diambil hikmah oleh pejuang PTN selanjutnya. Harapan besar agar mereka tidak menyerah dan selalu berusaha dengan impian yang mereka miliki.
Terimakasih telah membaca artikel resmi © masukptn .
Dilarang keras memperbanyak dan menjual konten resmi © masukptn kepada khalayak umum.