Loading...
world-news

Proklamasi & Revolusi 1945–1949 Materi Sejarah Kelas 12


Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 menjadi tonggak sejarah yang paling monumental dalam perjalanan bangsa. Namun, kemerdekaan tidak serta-merta hadir hanya melalui pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno–Hatta. Empat tahun berikutnya, 1945–1949, bangsa Indonesia menghadapi sebuah revolusi besar: mempertahankan kemerdekaan dari kembalinya kolonialisme Belanda yang didukung sekutu, sekaligus membangun fondasi negara baru. Periode ini penuh dengan diplomasi, pertempuran fisik, serta dinamika politik yang menentukan bentuk Indonesia merdeka.


Latar Belakang Proklamasi

Kekalahan Jepang dan Kekosongan Kekuasaan

Pada akhir Perang Dunia II, Jepang yang telah menduduki Indonesia sejak 1942 mengalami kekalahan besar. Setelah pengeboman Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945. Kekosongan kekuasaan inilah yang menjadi momentum emas bagi para pemimpin bangsa untuk memproklamasikan kemerdekaan.

Tekanan Kaum Muda

Golongan muda seperti Chaerul Saleh, Wikana, dan Soekarni menilai bahwa proklamasi harus segera dilakukan tanpa menunggu instruksi dari pihak Jepang maupun sekutu. Sementara itu, golongan tua seperti Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo lebih berhati-hati agar proklamasi tidak menimbulkan pertumpahan darah prematur. Ketegangan itu mencapai puncaknya dalam peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945, ketika Soekarno-Hatta “diculik” oleh pemuda untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.


Proklamasi 17 Agustus 1945

Perumusan Teks

Teks proklamasi disusun secara sederhana di rumah Laksamana Maeda, seorang perwira Jepang yang bersimpati pada kemerdekaan Indonesia. Naskah ditulis tangan oleh Soekarno, kemudian diketik oleh Sayuti Melik. Hanya terdapat sedikit perubahan redaksional sebelum dibacakan.

Pembacaan Proklamasi

Pagi hari, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, teks proklamasi dibacakan di hadapan tokoh pergerakan dan rakyat. Bendera Merah Putih dikibarkan oleh Latief Hendraningrat dan Suhud, diiringi lagu Indonesia Raya oleh para hadirin. Peristiwa ini sederhana, namun mengguncang sejarah dunia.


Masa Revolusi 1945–1949

Proklamasi hanyalah awal. Tantangan berikutnya adalah mempertahankan kemerdekaan dalam situasi geopolitik yang kompleks. Revolusi ini berlangsung dalam dua jalur utama: diplomasi dan perjuangan bersenjata.


1. Perjuangan Diplomasi

Perjanjian Linggarjati (1946)

  • Diadakan antara Indonesia dan Belanda dengan mediasi Inggris.

  • Belanda mengakui kekuasaan de facto Republik Indonesia di Jawa, Sumatra, dan Madura.

  • Namun, Indonesia harus bergabung dalam Negara Indonesia Serikat (NIS) di bawah persemakmuran Belanda.

  • Bagi banyak kalangan, ini dianggap kompromi yang menyakitkan.

Perjanjian Renville (1948)

  • Difasilitasi oleh Komisi Tiga Negara (AS, Australia, Belgia).

  • Garis demarkasi Van Mook membatasi wilayah RI semakin sempit.

  • Banyak tentara dan rakyat harus hijrah ke wilayah RI (Long March Siliwangi).

  • Renville memperlihatkan ketidakadilan, tapi menjadi bukti bahwa diplomasi Indonesia terus berjalan.

Konferensi Meja Bundar (1949)

  • Setelah agresi militer Belanda II mendapat kecaman dunia, Belanda terpaksa berunding di Den Haag.

  • Indonesia diwakili oleh delegasi yang dipimpin Mohammad Hatta.

  • Hasilnya: Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949, meski dalam bentuk federal (RIS).


2. Perjuangan Fisik

Pertempuran Surabaya (10 November 1945)

  • Diawali insiden bendera di Hotel Yamato, lalu ultimatum Sekutu.

  • Rakyat Surabaya bangkit melawan pasukan Inggris yang sebenarnya bertugas melucuti Jepang.

  • Ribuan pejuang gugur, menjadikan 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Pertempuran Ambarawa (1945)

  • Pertempuran strategis di Jawa Tengah.

  • Pasukan Indonesia dipimpin Jenderal Soedirman berhasil memukul mundur Sekutu dan Belanda.

  • Menunjukkan kemampuan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang baru terbentuk.

Agresi Militer Belanda I (1947)

  • Belanda melancarkan serangan besar-besaran untuk merebut wilayah RI.

  • Belanda berhasil menduduki banyak kota, tapi gagal mematahkan semangat republik.

  • Dunia internasional mulai mengecam Belanda.

Agresi Militer Belanda II (1948)

  • Belanda menyerang Yogyakarta, ibu kota Republik, dan menawan Soekarno-Hatta.

  • Namun, perlawanan rakyat tetap berlanjut melalui Perjuangan Gerilya.

  • Jenderal Soedirman dengan kondisi sakit memimpin perang hutan, menunjukkan daya tahan revolusi.


Tokoh-Tokoh Penting

  • Soekarno & Hatta: Proklamator dan simbol diplomasi internasional.

  • Sutan Syahrir: Diplomat ulung yang mengawali perundingan internasional.

  • Amir Sjarifuddin: Perdana Menteri yang terlibat dalam perjanjian Renville.

  • Jenderal Soedirman: Panglima Besar TNI yang menjadi simbol perlawanan fisik.

  • Tan Malaka: Pemikir revolusioner yang mengkritisi jalannya diplomasi kompromis.


Peran Rakyat

Revolusi bukan hanya perjuangan elit politik dan militer. Kaum rakyat berperan penting melalui:

  • Laskar rakyat di berbagai daerah.

  • Pemuda dan mahasiswa yang menjadi motor mobilisasi.

  • Perempuan yang mendukung logistik, kesehatan, bahkan ikut bertempur.

  • Petani dan buruh yang menjaga jalannya roda ekonomi di tengah blokade.


Dampak Internasional

  • Revolusi Indonesia menjadi inspirasi bagi bangsa Asia-Afrika lain.

  • India, Mesir, dan negara-negara lain mendukung perjuangan Indonesia.

  • PBB turun tangan membentuk Komisi Jasa-Jasa Baik untuk memediasi.

  • Amerika Serikat akhirnya menekan Belanda agar menyerahkan kedaulatan.


Akhir Revolusi: Pengakuan Kedaulatan

Tanggal 27 Desember 1949, di Den Haag dan Jakarta, Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). Meskipun bentuk federal sempat menimbulkan polemik, ini adalah pengakuan resmi internasional terhadap Indonesia merdeka. Tahun 1950, RIS melebur menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Proklamasi 17 Agustus 1945 hanyalah awal dari jalan panjang menuju kemerdekaan sejati. Revolusi 1945–1949 memperlihatkan kombinasi antara diplomasi cerdas dan perjuangan bersenjata yang heroik. Rakyat dari berbagai lapisan, pemimpin politik, hingga prajurit di medan gerilya, semua bahu membahu mempertahankan kedaulatan. Periode ini menjadi fondasi penting bagi berdirinya Indonesia modern.