Loading...
world-news

Demokrasi di Indonesia Materi Sejarah Kelas 12


Demokrasi merupakan salah satu sistem pemerintahan yang paling banyak diterapkan di dunia modern. Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dan keberagaman etnis, budaya, serta agama, menjadikan demokrasi sebagai pilihan sistem politik sejak awal kemerdekaan. Namun, perjalanan demokrasi di Indonesia tidaklah mulus. Sejak 1945 hingga kini, demokrasi mengalami berbagai pasang surut: dari demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, orde baru yang otoriter, hingga reformasi yang menandai era demokrasi modern.

Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang konsep demokrasi di Indonesia, sejarah perkembangan, pencapaian, serta tantangan yang masih dihadapi hingga saat ini.


Konsep Demokrasi dalam Konteks Indonesia

Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani: demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan), yang berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam konteks Indonesia, demokrasi dipahami bukan hanya sebagai sistem politik, tetapi juga sebagai bagian dari nilai-nilai yang tercermin dalam Pancasila.

Demokrasi Indonesia memiliki ciri khas tersendiri yang disebut “Demokrasi Pancasila”, yaitu demokrasi yang berlandaskan pada nilai musyawarah, mufakat, serta keadilan sosial. Berbeda dengan demokrasi liberal di Barat yang menekankan individualisme, demokrasi Pancasila mengedepankan kolektivitas dan keseimbangan antara hak dan kewajiban warga negara.


Sejarah Demokrasi di Indonesia

1. Demokrasi Parlementer (1945–1959)

Masa awal kemerdekaan Indonesia ditandai dengan penerapan demokrasi parlementer. UUD 1945 memang berlaku sejak 1945, tetapi sistem politik lebih sering dijalankan melalui UUD Sementara 1950 yang mengatur pemerintahan parlementer.

Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada di tangan perdana menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen. Presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara. Namun, praktik demokrasi parlementer tidak berjalan stabil karena sering terjadi pergantian kabinet—bahkan lebih dari 20 kabinet dalam kurun waktu singkat. Kondisi ini membuat pemerintahan tidak efektif dan menimbulkan krisis politik.

2. Demokrasi Terpimpin (1959–1966)

Ketidakstabilan politik membuat Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945. Masa ini disebut sebagai Demokrasi Terpimpin.

Ciri utama demokrasi terpimpin adalah sentralisasi kekuasaan di tangan presiden. Soekarno menekankan konsep “Nasakom” (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) sebagai dasar persatuan. Namun, praktiknya lebih mendekati sistem otoriter karena peran oposisi dilemahkan, dan kebebasan politik rakyat semakin terbatas. Konflik politik antara militer dan PKI pada akhirnya memunculkan tragedi 1965 yang mengakhiri era Demokrasi Terpimpin.

3. Demokrasi Orde Baru (1966–1998)

Setelah runtuhnya rezim Soekarno, Jenderal Soeharto naik ke tampuk kekuasaan dengan janji melaksanakan demokrasi yang sehat. Namun dalam praktiknya, Orde Baru justru menghadirkan demokrasi semu. Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun, tetapi penuh rekayasa. Partai politik disederhanakan menjadi hanya tiga: Golkar, PPP, dan PDI.

Kebebasan berpendapat ditekan, media dikontrol ketat, dan oposisi dilemahkan. Orde Baru menekankan stabilitas politik dan pembangunan ekonomi, tetapi mengorbankan nilai-nilai demokrasi sejati. Pada akhirnya, krisis ekonomi 1997–1998 memicu gerakan mahasiswa dan rakyat yang menuntut reformasi, hingga Soeharto lengser pada Mei 1998.

4. Era Reformasi dan Demokrasi Modern (1998–sekarang)

Era Reformasi menandai babak baru demokrasi di Indonesia. UUD 1945 diamandemen empat kali (1999–2002) untuk memperkuat prinsip demokrasi, termasuk:

  • Pemilihan umum yang lebih bebas, jujur, dan adil.

  • Pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.

  • Pembentukan lembaga baru seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.

  • Penguatan peran DPR dan penghapusan DPA.

Saat ini, Indonesia sering disebut sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat, karena jumlah pemilihnya sangat besar dan sistemnya semakin mapan.


Ciri-ciri Demokrasi Indonesia

Demokrasi Indonesia pasca-reformasi memiliki beberapa ciri khas:

  1. Pemilu Langsung: Rakyat memilih presiden, kepala daerah, serta wakil rakyat secara langsung.

  2. Kebebasan Pers: Media relatif bebas dalam mengkritik pemerintah.

  3. Kebebasan Berpendapat: Demonstrasi, organisasi, dan diskusi publik diakui sebagai bagian dari hak rakyat.

  4. Check and Balance: Adanya lembaga negara yang saling mengawasi, seperti DPR, DPD, MA, MK, dan BPK.

  5. Desentralisasi: Otonomi daerah memberi ruang lebih besar bagi daerah untuk mengatur kebijakannya sendiri.


Pencapaian Demokrasi di Indonesia

Sejak Reformasi, Indonesia telah mencatat beberapa pencapaian penting:

  • Konsolidasi Pemilu: Pemilu 2004, 2009, 2014, 2019, hingga persiapan 2024 menunjukkan mekanisme demokrasi berjalan relatif baik meski ada catatan perbaikan.

  • Kebebasan Sipil: Media massa, LSM, dan kelompok masyarakat sipil lebih aktif dalam mengawasi jalannya pemerintahan.

  • Peralihan Kekuasaan Damai: Indonesia telah mengalami beberapa kali transisi kekuasaan secara damai melalui pemilu, suatu hal yang sulit dicapai di banyak negara berkembang.

  • Keterlibatan Publik: Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam politik, baik melalui pemilu maupun gerakan sosial.


Tantangan Demokrasi di Indonesia

Meski mengalami kemajuan, demokrasi di Indonesia juga menghadapi banyak tantangan:

1. Politik Uang

Praktik politik uang masih marak dalam pemilu. Banyak kandidat menggunakan kekuatan finansial untuk membeli suara, yang merusak integritas demokrasi.

2. Oligarki Politik

Demokrasi Indonesia kerap dikritik sebagai “demokrasi oligarkis”, di mana kekuasaan lebih banyak dikuasai oleh segelintir elite politik dan pemilik modal besar. Hal ini mengurangi representasi rakyat kecil.

3. Polarisasi dan Politik Identitas

Pemilu sering diwarnai polarisasi berdasarkan suku, agama, dan ras. Politik identitas menjadi tantangan serius karena berpotensi memecah belah bangsa.

4. Lemahnya Penegakan Hukum

Korupsi masih merajalela meski ada KPK. Penegakan hukum yang tidak konsisten membuat demokrasi kurang sehat.

5. Disinformasi dan Media Sosial

Era digital menghadirkan tantangan baru berupa hoaks, ujaran kebencian, dan politik melalui buzzer. Hal ini memengaruhi kualitas demokrasi karena opini publik mudah dimanipulasi.


Masa Depan Demokrasi di Indonesia

Masa depan demokrasi Indonesia sangat bergantung pada komitmen bersama antara pemerintah, elite politik, dan masyarakat sipil. Beberapa langkah yang perlu diperkuat antara lain:

  1. Reformasi Sistem Pemilu: Memperketat pengawasan dana kampanye, memperkuat independensi KPU dan Bawaslu.

  2. Penguatan Kelembagaan: Lembaga penegak hukum harus lebih independen dan berani melawan korupsi.

  3. Pendidikan Politik: Masyarakat perlu diedukasi agar tidak mudah terjebak politik uang atau isu SARA.

  4. Etika Media dan Literasi Digital: Media massa dan pengguna internet perlu bertanggung jawab dalam menyebarkan informasi.

  5. Partisipasi Generasi Muda: Generasi milenial dan Gen Z sebagai mayoritas pemilih harus lebih aktif mengawal demokrasi.

Demokrasi di Indonesia merupakan perjalanan panjang penuh dinamika. Dari demokrasi parlementer yang penuh instabilitas, demokrasi terpimpin yang otoriter, demokrasi semu Orde Baru, hingga demokrasi reformasi yang lebih terbuka. Indonesia kini dikenal sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, namun masih menghadapi tantangan serius seperti politik uang, oligarki, polarisasi, dan lemahnya hukum.

Jika bangsa ini mampu mengatasi tantangan tersebut, demokrasi Indonesia dapat berkembang lebih matang dan menjadi teladan bagi negara-negara lain di dunia.